12/12/2010

Hambatan-hambatan Menjadi Guru yang Profesional

Banyak hambatan yang dihadapi seorang guru untuk menjadi guru yang baik. Beberapa hambatan tersebut diantaranya adalah:

Gaji yang terlalu pas-pasan bahkan mungkin kurang. Gaji yang pas-pasan memaksa seorang guru untuk mencari nafkah tambahan seusai jam kerja. Hal ini mengakibatkan tidak memiliki kesempatan untuk membuat persiapan mengajar dengan membaca ulang materi pelajaran yang akan diajarkan besok hari. Hal ini dapat mengurangi kesiapan dan penampilan di muka kelas.

Banyak hambatan yang dihadapi seorang guru untuk menjadi guru yang baik. Beberapa hambatan tersebut diantaranya adalah:

Gaji yang terlalu pas-pasan bahkan mungkin kurang. Gaji yang pas-pasan memaksa seorang guru untuk mencari nafkah tambahan seusai jam kerja. Hal ini mengakibatkan tidak memiliki kesempatan untuk membuat persiapan mengajar dengan membaca ulang materi pelajaran yang akan diajarkan besok hari. Hal ini dapat mengurangi kesiapan dan penampilan di muka kelas.

Tugas-tugas administrasi yang memberatkan. Sejak diberlakukannya kurikulum 2006, banyak tugas-tugas administrasi yang harus dikerjakan seorang guru yang tujuannya untuk meningkatkan profesionalitas seorang guru. Ternyata tugas-tugas ini menjadi beban yang cukup berat dan hampir tidak ada manfaatnya untuk menambah penampilan dan kesiapan seorang guru di muka kaelas. Sebagian besar tugas administrasi dibuat dengan setengah terpaksa hanya untuk menyenangkan hati atasan. Sebagai contoh, seorang guru diwajibkan membuat KTSP, Silabus dan Tetek mbegek yang lain, yang memaksa guru menuliskan uraian yang sama pada tugas pertama dan ditulis ulang pada tugas kedua dan tugas ketiga. Semuanya ini tidak pernah dipakai untuk meringankan beban mengajar di kelas karena tugas-tugas tersebut tidak pernaha dibaca lagi pada waktu akan/dan sedang mengajar. Seorang guru lebih suka membuka dan membaca buku pegangan mengajar daripada membawa Program Satuan Mengajar, Analisis Materi Pelajaran ataupun Rencana Pengajaran. Tugas-tugas ini memang sangat berguna bagi seorang calon guru. Tapi bagi guru yang sudah mengajar lebih dari tiga tahun , tugas ini hanya merupakan pekerjaan yang sia-sia (dikerjakan, lalu disimpan dalam lemari dan baru akan diperlihatkan jika “sedang sial” dapat kebagian pengawas), yang akhirnya masuk keranjang sampah dan ….Tahun berikutnya dia harus menulis ulang pekerjaan yang sia-sia itu.

Belakangan ini beberapa sekolah yang baik dan dapat dikatakan sudah sangat berhasil tampil sebagai sekolah yang baik, sedang berusaha meningkatkan profesionalitas guru-gurunya yakni dengan memberi tugas tambahan kepada guru-guru untuk menganalisa setiap soal yang diberikan pada setiap kali ulangan. Dari hal tersebut diharapkan guru-guru pada suatu saat menjadi analisator soal yang baik, yang dapat membuat soal super sempurna dan valid jika diberikan kepada setiaap obyek yang di tes.

Mungkin perancang ide ini adalah orang yang tidak pernah menjadi guru atau memang bukan guru atau orang yang sengaja memberikan kesibukan sedemikan berat bagi guru agar guru tidak memikirkan kenaikan gaji yang terasa sangat pas-pasan.

Untuk menganalisa soal diperlukan waktu kira-kira dua puluh lima kali waktu yang diperlukan untuk mengoreksi soal tes. Jika seorang guru mengajar 15 (lima belas) kelas, setiap kelas berisi 40 siswa dan untuk mengoreksi tes setiap siswa diperlukan waktu 5 menit (untuk tes esey) maka setiap kali ulangan seoarang guru memerlukan waktu untuk mengoreksi selama 15 X 40 X 5 menit = 3000 menit atau 50 jam. Jika harus menganalisa soal tes yang diberikan, diperlukan waktu 25 X 50 jam = 1250 jam.

Dengan banyaknya waktu yang harus dihabiskan untuk melakukan tugas-tugas ini, kapan seorang guru mempunyai waktu untuk mempersiapkan diri agar dapat tampil prima di muka kelas? Kapan guru bisa mengajar dengan baik? Oleh karena itu jangan salahkan guru kalau prestasi siswa menurun.

Lalu apakah ada manfaatnya soal tersebut dianalisa? Jawabnya T I D A K. Mengapa tidak. Soal yang sudah diberikan pada siswa dan sudah dianalisa dan valid, apakah mungkin dipakai lagi untuk tes yang akan datang, jawabnya juga T I D A K, mengapa? Soal yang sudah pernah dikeluarkan, jika dikeluarkan lagi untuk tes berikutnya pasti BOCOR, karena siswa berikutnya pasti sudah mempelajari soal tersebut. Tidak hanya itu. Pada analisa suatu soal untuk kelompok tes siswa A akan berbeda hasilnya dengan kelompok siswa B. Sekumpulan soal yang diberikan pada siswa sekolah A, valid, tetapi jika diberikan pada sekolah B tidak valid atau sebaliknya. Jika ditemukan hal seprti ini, apakah soal ini valid atau tidak?

Contoh nyata soal Ujian Nasional misalnya, untuk sekolah tertentu nilainya sangat baik (katakanlah rata-rata 9,00), tapi untuk sekolah yang lain nilainya sangat buruk (katakanlah rata-rata 5,00), bagaimana validitas soal UNAS tersebut?, tolonglah dipikirkan. Valid tidaknya suatu soal sangat ditentukan oleh kondisi siswa dan keadaaan serta kesiapan siswa menghadapi tes.

Menurut hemat saya yang paling baik adalah membahas soal-soal tes setelah diujikan, beberapa saat setelah diujikan. Di sini akan diketahui apakah soal yang disajikan itu baik atau tidak untuk kelompok tes itu.Menganalisa soal sebaiknya dilakukan oleh suatu tim analisator yang tugasnya memang mmenganalisa soal, bukan oleh seorang guru yang mengajar si kelas yang tugasnya sudah segudang. Soal-soal yang dianalisa, bukan hanya untuk porsi ulangan rutin sehari-hari namun juga utnuk tes yang sifatny masal untuk tujuan-tujuan tertentu.

No comments:

Post a Comment