27/04/2011

Fobia Sekolah

1. Pengertian fobia sekolah
Fobia sekolah adalah suatu jenis gangguan kecemasan yang terlalu berlebihan, irasional, terus menerus dan tidak realistis yang dialami anak sekolah dalam menghadapi lingkungan sekolahnya. fobia sekolah pada anak terjadi karena anak merasa cemas, takut, dan gelisah untuk sekolah. Anak memikirkan hal-hal apa yang akan terjadi di sekolah. Anak juga takut pada guru jika guru yang dihadapi oleh anak adalah guru yang galak.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fobia Sekolah
Menurut Hurlock (1996) ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya fobia sekolah yaitu faktor internal dan eksternal.
• Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri anak yang mempengaruhi terjadinya fobia sekolah. Faktor tersebut adalah Intelegensi, Jenis Kelamin, Kondisi Fisik, Urutan Kelahiran, Kepribadian.
• Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat diluar diri anak yang mempengaruhi fobia sekolah. Faktor tersebut adalah Status Ekonomi Sosial, Hubungan Sosial, Lingkungan, Pola Asuh Orangtua. Menurut Aqsyaludin (2007) faktor dari kasus penolakan bersekolah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor dari dalam diri anak, faktor yang berasal dari orangtua, terutama berkaitan dengan interaksi anak-orangtua, faktor lingkungan sekolah.

3. Penyebab Fobia Sekolah
Menurut Handayani (2006) ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi fobia sekolah. Antara lain Separation anxiety (kecemasan untuk berpisah), pengalaman negatif di sekolah atau lingkungan, problem dalam keluarga. Menurut Darsono (2008) Fobia sekolah bukanlah bawaan anak sejak lahir, juga bukanlah penyakit keturunan. Fobia biasanya disebabkan oleh adanya pengalaman traumatik. Fobia merupakan tanggapan terkondisi terhadap pengalaman yang sifatnya traumatis. Selain itu fobia juga merupakan produk dari pola pengasuhan orangtua terhadap anak. Yang menjadi penyebab terjadinya fobia sekolah adalah pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, sistem keluarga yang sering bertengkar, pengalaman negatif di sekolah, dan pengalaman abusive.

4. Diagnostik penanganan Anak Fobia Sekolah
a) Kebutuhan, potensi, minat, bakat, dan masalah anak fobia sekolah dalam kegiatan pembelajaran
Fobia sekolah dasarnya adalah menghindari pergi ke sekolah. It's not school refusal. Ini bukan penolakan sekolah. Penolakan Sekolah mungkin melibatkan anak meninggalkan rumah dan tidak pergi ke sekolah dan pergi dan bermain hoki. Namun dalam fobia sekolah, anak-anak takut pergi ke sekolah. Mereka ingin berada di dasar rumah mereka. Mereka sering tidak mengatakan, mereka takut. Mereka sering akan mengatakan, saya sakit kepala, perut dan mereka tinggal di rumah. Mereka sangat nyaman di rumah.
Orang cemas menderita dari hal-hal yang tidak pernah terjadi. Jadi, ini merupakan gangguan kecemasan. Sebenarnya gangguan kecemasan, ini merupakan kecemasan yang berlebihan, takut terorisme, itu bisa tepat tetapi beberapa orang memiliki gangguan kecemasan sehingga mereka takut akan hal-hal yang sebenarnya tidak ada. Pada dasarnya fobia sekolah anak-anak hanya takut meninggalkan rumah.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat di ketahui mengenai kebutuhan, minat dan bakat seorang anak penderita fobia sekolah.
• Kebutuhan
Anak fobia sekolah merasa dirinya itu serba kurang dan takut salah sehingga dia bersikap rendah diri, pendiam, kurang dapat bergaul, takut keluar rumah, sering menangis. Oleh karena itu, anak fobia perlu diberi penguatan dan penghargaan.
2. Minat
Minat sangatlah erat kaitannya dengan potensi, bagi anak fobia sekolah mereka memiliki kecerdasan intelejensi yang relatif tinggi.. Hal itu dapat dilihat ketika mereka berbuat sesuatu pastilah sebelumnya mereka memikirkan baik buruk hal tersebut dan berpikir dengan serius, karena anak fobia takut meklaukan kesalahan dan cenderung berhatu-hati dalam mengambil sikap.
3. Bakat
Berbicara bakat yang dimilik anak fobia sekolah di antara lain yaitu menjadi seorang peneliti. Mengapa peneliti karena anak fobia cenderung jarang keluara rumah mereka lebih suka berdiam diri di dalam rumah dengan mencari berbagi macam kesibukan. Hal itu sangat sesuai dengan kepribadian seorang peneliti dimana dia dapat menghabiskan waktunya di tempat observasinya hanya untuk meneliti sesuatu hal. Anak fobia memilki IQ yang relatif tinggi namun mereka justru mempunyai EQ yang rendah. Hal tersebut sma dengan apa yang dimilik oleh para peneliti, sebut saja Albert Einstein dan Galileo Galiley yang dikatakan gila oleh banyak orang pada zamannya.

b) Gejala-gejala anak fobia sekolah dalam kegiatan pembelajaran
Menurut Sumarti (dalam Soekresno, 2006) ada beberapa gejala yang dapat dijadikan kriteria anak yang mengalami fobia sekolah. Antara lain : Menolak untuk berangkat ke sekolah, mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang, Pergi ke sekolah dengan menangis, selalu menggandeng tangan orangtuanya atau pengasuhnya, atau menunjukkan sikap yang berlebihan seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, mencubit, menggigit, dan sebagainya) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan atau menentang gurunya, Menunjukkan ekspresi atau raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang. Hal ini berlangsung selama periode tertentu, Tidak masuk sekolah selama beberapa hari, Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, mual, muntah, diare, gatal-gatal, keringatan, gemetaran atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka anak diperbolehkan tinggal di rumah, Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan tujuan tidak perlu berangkat ke sekolah.
Ahmad (dalam Hawadi, 2001) ada empat gejala anak mengalami fobia sekolah yaitu Ketakutan atau kebimbangan yang tidak rasional, Perilaku mengelak dari objek atau situasi yang membuatnya takut, Tidak menerima penjelasan apapun yang bertujuan mengurangi kadar rasa takutnya, Perubahan emosi yang signifikan seperti menjadi emosi dan gelisah.

c) Pertumbuhan dan perkembangan anak fobia sekolah di lingkungan sekolah
Bagi anak penderita fobia sekolah sangatlah penting untuk diberiakn kemudahan-kenudahan, terutama dalm hal pertumbuhan dan pekembangan di lingkungan sekolah. Menurut Malouff ada beberapa cara yang perlu dilakukan oleh guru untuk memberian kemudahan bagi anak fobia sekolah:
a. Guru perlu mendorong anak-anak fobia sekolah untuk menghadapi situasi yang ditakuti mereka. Hal ini dapat menghindari anak-anak pada situasi takut
b. Semua guru harus sadar tidak melakukan apapun untuk mempermalukan atau menghina anak di depan kelas. Beberapa murid takut berbicara di depan umum sehingga informasi yang disampaikan tidak diterima secara keseluruhan, apalagi jika ada siswa lain yang berkomentar negatif terhadap kinerja dia. Ternyata ini terbukti sebagai strategi yang efektif
c. Guru SD dapat membaca buku cerita di kelas tentang isu-isu seperti rasa malu, harga diri dan bullying.
d. Guru SD mungkin bisa membantu dengan cara memerintahkan seseorang untuk menjadi pembantu khusus bagi anak fobia di dalam kelas
e. Guru dapat melakukan upaya untuk mendorong persahabatan antara anak pemalu dan anak lebih terbuka, daa juga berhati-hati untuk memilih seorang anak yang akan menjadi mitra
f. Guru harus sadar bahwa setiap langkah kecil seorang anak fobia diarahkan untuk lebih keluar atau partisipatif di kelas, dan kemudian secara bertahap membimbing anak untuk berbuat lebih banyak dengan motivasi seperti hadiah mendapatkan hadiah.
g. Semua guru dapat secara aktif mempromosikan perkembangan harga diri siswa mereka dengan memberikan pujian
h. Sekolah perlu memiliki kebijakan toleransi stop bullying dan karena bullying jelas bisa sangat merugikan harga diri anak. Sekolah dan guru dapat meminimalkan dengan mempromosikan penerimaan perbedaan dalam, ras, bentuk tubuh dan kepribadian di dalam kelas.
i. Guru dapat mendorong anak fobia agar lebih berpartisipasi dalam diskusi kelas dengan mempromosikan pendekatan pembelajaran, misalnya jika anak menjawab benar maka guru tampak bahagia dan berkata "terima kasih untuk jawabannya”.
j. Guru dapat membuat pasangan anak-anak untuk kegiatan sehingga anak pemalu tidak berulang kali meninggalkan tim tanpa rekan atau mengatur untuk olahraga sehingga anak fobia tidak berulang kali mengambil terakhir. (Malouff, 2002).

d) Bimbingan kelompok bagi anak fobia sekolah
• Grup psikoterapi bisa bermanfaat untuk anak dengan menyediakan tempat yang aman untuk berbicara dengan anak-anak lain yang menghadapi kesulitan atau membiarkan anak untuk melatih kemampuan sosial atau gejala-memerangi keterampilan dalam pengaturan terstruktur dengan hati-hati. Seorang anak dengan fobia sekolah mungkin menolak penyuluhan kelompok, karena ketakutan anak pertemuan orang-orang baru, khususnya dalam pengaturan kelompok. psikoterapi grup masih sangat efektif untuk anak-anak, dan keluarga didorong untuk mempertimbangkan intervensi kelompok.
• Bimbingan induk dapat membantu orang tua untuk mengenali teman-teman anaknya, mengidentifikasi keterampilan pengasuhan yang efektif, belajar bagaimana peran dalam keluarga dan untuk mengatasi perasaan kompleks yang dapat muncul ketika membesarkan anak dengan gangguan kejiwaan. mungkin bermanfaat ketika masalah ini mempengaruhi keluarga secara keseluruhan.

e) Konseling terbatas bagi anak fobia sekolah
Menurut Setyorini (2006) Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah, yaitu Menekankan pentingnya bersekolah, Berusaha untuk tidak menuruti keinginan anak untuk tidak sekolah, Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter, Bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah, Luangkan waktu untuk berdiskusi atau berbicara dengan anak, Lepaskan anak secara bertahap, Konsultasi pada psikolog atau konselor jika terjadi masalah. Sedangkan penanganan anak fobia dengan cara konseling terbatas menurut Malouff, antara lain:
a. Orang tua dari anak-anak fobia dapat membaca buku-buku tentang rasa malu, bullying dan harga diri anak-anak mereka.
b. Semua orang tua dapat melakukan upaya sadar untuk membina harga diri anak-anak mereka dengan memberi mereka pujian dan memberikan demonstrasi verbal dan fisik dari kasih sayang.
c. Orang tua dapat berbagi dengan anak mereka sehingga anak tidak enggan untuk mendiskusikan perasaan kecemasan karena mereka sedang didukung.
d. Orang tua dapat menyarankan sekolah mereka mengadopsi program TEMAN jika sekolah mereka belum melakukannya.
e. Orang tua dapat mencari bantuan untuk anak mereka: dokter umum misalnya, anak publik lokal dan pelayanan kesehatan remaja mental, atau seorang psikolog anak atau psikiater.
f. Orang tua dapat melibatkan guru di setiap rencana pengobatan yang diusulkan. (Malouff, 2002).

f) Pelayanan rujukan bagi anak fobia sekolah
• Jika orang tua sudah tidak mampu menyelesaikan masalah si anak, orang tua dapat mengkonsultasikannya ke dokter (dikhawatirkan anak mengalami gangguan kesehatan).
• Melepaskan anak secara bertahap, konsultasikan pada psikolog atau konselor jika anak diketahui mengalami suatu masalah.

g) Rencana-rencana
• Jika anak tidak mau berangkat sendiri ke sekolah, orang tua bisa mengantarnya untuk beberapa waktu saja sampai anak berani sendiri.

h) Pengajaran bagi anak fobia sekolah
• Guru memberikan pembelajaran yang sifatnya kelompok, sehingga anak fobia sekolah tidak merasa rendah diri karena anggota kelompok saling membantu satu sama lain.
• Melakukan pengajaran dengan pendekatan individual. Guru harus memahami kondisi setiap peserta didik sebab setiap anak mempunyai kebutuhan dan karakteristik yang berbeda-beda baik dari segi fisik, emosional, mental, maupun psikologisnya.
• Jika anak melakukan suatu kesalahan dalam kegiatan pembelajaran misalnya salah dalam menjawab pertanyaan, guru tidak boleh secara terang-terangan memvonis bahwa jawaban anak tersebut salah. Akan tetapi lebih mementingkan bahwa jawaban si anak adalah kurang tepat, kemudian guru membenarkan secara halus bagian mana yang kuran dari jawaban tersebut.
• Guru harus selalu menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak merasa betah berada di sekolah terutama di lingkungan kelas.
• Guru memberikan pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi anak fobia sekolah. Misalnya di sela-sela pelajaran guru memberikan semacam penyuluhan akan pentingnya sekolah, member contoh-contoh nyata anak yang berhasil dalam sekolah sehingga diharapkan motivasi si anak akan meningkat.
• Di dalam pembelajaran, guru harus pandai-pandai meningkatkan kepercayaan diri anak yaitu dengan sering melakukan reward baik berupa pujian maupun dengan pemberian hadiah.

i) Data dan informasi tentang anak fobia sekolah dalam kegiatan belajar
Subjek menolak berangkat ke sekolah dikarenakan gurunya yang galak, selain itu pelajaran di sekolah sulit dipahami oleh subjek. Subjek juga tidak menyukai pelajaran matematika, karena tidak bisa berhitung. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarti (dalam Soekresno, 2006) tentang gejala yang dapat dijadikan kriteria anak yang mengalami fobia sekolah yaitu menolak untuk berangkat ke sekolah. Selain itu, subjek mengalami ketakutan pada saat berada di kelas. Guru matematika subjek galak, sehingga membuat subjek meminta untuk pulang. Seperti yang dinyatakan oleh Sumarti (dalam Soekresno, 2006) bahwa gejala lain yang menyebabkan anak fobia sekolah adalah mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang. Subjek menangis dan berteriak saat berangkat ke sekolah. Selain itu, saat subjek diejek teman-temannnya, subjek suka memukul teman subjek dan melawan gurunya jika tidak diijinkan pulang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarti (dalam Soekresno, 2006) tentang gejala yang dapat dijadikan kriteria anak yang mengalami fobia sekolah yaitu pergi ke sekolah dengan menangis dan menunjukkan sikap yang berlebihan seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, mencubit, menggigit, dan sebagainya) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan atau menentang gurunya. Jika ada pelajaran matematika, subjek terus menangis agar subjek diijinkan pulang oleh gurunya. Sesuai dengan pendapat Sumarti (dalam Soekresno, 2006) bahwa gejala anak yang mengalami fobia sekolah adalah:
Menunjukkan ekspresi atau raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang. Subjek sering diejek oleh teman-temannya. Setelah itu, subjek pernah tidak mau masuk sekolah selama beberapa hari. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Sumarti (dalam Soekresno, 2006) mengenai gejala fobia sekolah pada anak yaitu tidak masuk sekolah selama beberapa hari. Subjek juga sering memberikan keluhan fisik kepada Ibunya saat akan berangkat sekolah seperti pusing, sakit perut, dan eneg ingin muntah agar diijinkan tidak masuk sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarti (dalam Soekresno, 2006) tentang gejala fobia sekolah pada anak yaitu keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, mual, muntah, diare, gatal-gatal, keringatan, gemetaran atau keluhan lainnya. Subjek juga memberikan keluhan lain yang dijadikan alasan seperti mengeluh dan merengek ke Ibunya agar tidak sekolah saat ada pelajaran matematika. Subjek takut kepada gurunya yang galak dan takut bertemu dengan teman-temannya yang mengejek subjek. Seperti yang dinyatakan oleh Sumarti (dalam Soekresno, 2006) bahwa gejala lain yang menyebabkan anak fobia sekolah adalah mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan tujuan tidak perlu berangkat ke sekolah.

j) Kontak dengan masyarakat terutama dengan orang tua
• Guru mengadakan kunjungan ke rumah anak tersebut.
• Selalu menanyakan perkembangan anak pada orang tua.
• Menanyakan permasalahan yang dialami anak baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat
• Guru bekerja sama dengan orang tua mencari solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh anak

No comments:

Post a Comment