27/04/2011

Underachiever

1. Pengertian Underachiever
Siswa Undreachiever ini tergolong siswa yang mengalami kesulitan belajar disekolah. Peserta didik yang tergolong underachiever adalah siswa yang memiliki taraf intelegensi tergolong tinggi, akan tetapi memperoleh prestasi belajar yang tergolong rendah (dibawah rata-rata). Peserta didik ini dikatakan ”underachiever” karena secara potensial, peserta didik yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi mempunyai kemungkinan yang cukup besar untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi, akan tetapi dalam hal ini siswa tersebut mempunyai prestasi belajar dibawah kemampuan potensial mereka.
Underachiever atau berprestasi di bawah kemampuan ialah jika ada ketidaksesuaian antara prestasi sekolah anak dan indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes intelegensi, prestasi atau kreativitas, atau dari data observasi, dimana tingkat prestasi sekolah nyata lebih rendah daripada tingkat kemampuan anak. (Minandar, Utami, 2004: 239)
Kemampuan anak tidak selalu menjamin sukses pendidikan atau produktivitas dan kreativitas. Ada risiko dan tekanan yang menyertai intelegensi tinggi untuk menjadi anak yang sikapnya defensif. Yang menjadi faktor penentu agar anak berbakat akan mencapai prestasi belajar tinggi (superchievement) atau prestasi belajar kurang (underachievement), tergantung dari rumah, sekolah dan teman sebaya. Dengan demikian, prestasi belajar ini dapat dipandang dari dua sisi.
Gejala underachiever muncul terutama ketika angka mulai mendekatiangka 6 tahun. Ketika mulai terlibat kompetisi. Anak yang memerlukan pertolongan khusus karena tergolong underachieve, ditentukan oleh:
- Seberapa besar kesenjangan antara prestasi dan potensi isi anak.
- Bagaimana kemajuan kolastiknya.
- Praktik pendidikan yang berlaku.
Anak underachiever akan lebih menderita bila ketidakmampuannya membuat ia diisolasi dan dihina lingkungan sosialnya, juga bila sikap guru terasa merugikan. Misalnya saja, ada sekolah yang mencap keterampilan anak membaca sebagai ”penyimpangan prilaku”. Sementara, di sekolah lain anak yang sama menerima ”pertolongan individu”, karena sekolah ini menganggap bahwa lazim anak mengalami problem akademik, dan ini bukan karena kesalahan si anak semata-mata.

2. Ciri-Ciri Siswa Underachiever
Ada beberapa ciri yang menandakan seorang siswa tergolong siswa underachiever, untuk mengetahui hal tersebut, diperlukan waktu sekurangkurangnya dua minggu. Penelitian tentang anak berbakat berprestasi kurang menemukan ciriciri yang khas dari anak-anak ini. Whitmore meringkas ciri-ciri yang paling penting dalam suatu daftar yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan mereka.
Jika siswa menunjukkan lebih dari sepuluh ciri-ciri dalam daftar, kemungkinan besar ia termasuk anak berbakat berprestasi kurang. Diantara ciri-ciri tersebut yaitu:
a. Nilai rendah pada tes prestasi,
b. Mencapai nilai rata-rata atau di bawah rata-rata kelas dalam keterampilan dasar: membaca, menulis, berhitung,
c. Pekerjaan setiap hari tidak lengkap atau buruk,
d. Memahami dan mengingat konsep-konsep dengan baik jika berminat,
e. Kesenjangan antara tingkat kualitatif pekerjaan lisan dan tulisan (secara lisan lebih baik),
f. Pengetahuannya faktual sangat luas,
g. Daya imajinasi kuat,
h. Selalu tidak puas dengan pekerjaanya, juga seni,
i. Kecenderungan keperfeksionisme dan mengkritik diri sendiri, menghindari kegiatan baru seperti untuk menghindari kinerja yang tidak sempurna,
j. Menunjukkan prakarsa dalam mengerjakan proyek di rumah yang dipilih sendiri,
k. Mempunyai minat luas dan mungkin keahlian khusus dalam suatu bidang penelitian dan riset,
l. Rasa harga diri rendah nyata dalam kecenderungan untuk menarik diri atau menjadi agresif di dalam kelas,
m. Tidak berfungsi konstruktif di dalam kelompok,
n. Menunjukkan kepekaan dalam persepsi terhadap diri sendiri, orang lain, dan terhadap hidup pada umumnya,
o. Menetapkan tujuan yang tidak realistis untuk diri sendiri, terlalu tinggi atau terlalu rendah,
p. Tidak menyukai pekerjaan praktis atau hafalan,
q. Tidak mampu memusatkan perhatian dan berkonsentrasi pada tugas-tugas,
r. Mempunyai sikap acuh dan negatif terhadap sekolah,
s. Menolak upaya guru untuk memotivasi atau mendisiplinkan perilaku di dalam kelas,
t. Mengalami kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya, kurang dapat mempertahankan persahabatan,

3. Diagnotik Penanganan
a. Kebutuhan, Potensi, Minat, Bakat, dan Masalah Anak Underachiever dalam Kegiatan Pembelajaran
Kebutuhan anak underachiever antara lain: anak diberikan kebebasan untuk mengeksplor bakat dan minatnya sesuai dengan kemampuan dirinya. Orangtua hanya memberikan pengarahan, jangan menuntut anak jika di luar kemampuannya. Apapun prestasi anak, orangtua harus percaya kepada anak (bahwa ia mampu dan telah berusaha maksimal), menghargainya (bahwa ia telah berusaha, terlepas ia berhasil atau gagal. Jangan sekali-kali berkata kasar atau melecehkan. Anak juga diberikan motivasi, ditanggapi keluhannya, misalnya ketika ia meragukan kemampuannya, kita bisa memberinya motivasi: "Insya Allah kamu bisa". Tekankan bahwa yang paling penting adalah berusaha semaksimal mungkin, gagal itu merupakan hal yang bukan tidak diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.
Potensi/minat anak underachiever antaralain: anak yang kreatif, memiliki kompetensi yang tinggi, dan memiliki kemampuan matematis yang sangat tinggi.
Bakat anak underachiever antaralain: menjadi seorang penulis, melihat dari ciri-ciri anak underachiever yang cenderung pendiam, jadi dia bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan lewat tulisan. Selain itu anak underachiever berbakat untuk pekerjaan yang berada dibalik layar. Anak underachiever bisa menjadi apapun yang orangtua mereka inginkan.

b. Gejala-Gejala Anak Underachiever Dalam Kegiatan Pembelajaran
Gejala-gejala anak underachiever dalam kegiatan pembelajaran yang sering dijumpai adalah: Emosional, anak underachiever lebih sering tersinggung jika ada perkataan yang menurutnya kurang sesuai dengan dirinya. Ia lebih suka menyendiri, pendiam dan bersifat acuh tak acuh terhadap teman-temannya. Raut wajahnya menunjukkan ketidak ceriaan karena ia merasa tertekan. Entah karena masalah keluarga ataupun prestasi akademik. Anak merasa rendah diri. Perasaan tidak berharga menurunkan motivasi anak. Anak merasa tidak berdaya berhadapan dengan lingkungannya. Ia merasa tidak berharga, tidak bisa belajar apa-apa bahkan tidak berani menginginkan sesuatu. Ia hanya berani menginginkan target di bawah potensi sesungguhnya yang ia miliki. Ia juga takut ketahuan bahwa ia tidak mampu atau tak berguna. Maka ia lebih suka menarik diri daripada menempuh risiko gagal dalam mencoba kemampuannya.
Konflik nilai juga bisa membuat anak rendah diri, misalnya anak yang kreatif, eksentrik, easygoing, merasa dirinya unik, bisa-bisa merasa bersalah dan tidak berguna dihadapan orangtuanya yang rapi, konservatif dan hanya menghargai prestasi akademik. Akhirnya anak menyalahkan dirinya sendiri lalu mencari teman di luar rumah dan mencari kepuasan dari aktifitas yang justru tidak diharapkan orangtuanya.
Menurut pandangan Montgomery seperti dalam jurnal Westminster Institute of Education, seorang anak dapat dikatakan underfunctioning bila memiliki beberapa indikator yang ada di bawah ini, yaitu:
a. Suka melamun atau mengkhayal di dalam kelas.
b. Penyendiri dan menarik diri dari keramaian. Mereka tampak tidak menginginkan teman. Bahkan mungkin, underachievers lainnya terlihat angkuh dan mudah marah, dan terkadang memulai perkelahian.
c. Menolak untuk menuliskan apa pun.
d. Terlalu kasar dan kaku dalam bergaul.
e. Adanya ketidakmampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sosial dengan teman sebaya.
f. Adanya ketidakmampuan untuk menghadapi kegagalan.
g. Adanya ketakutan dan menghindar dari kesuksesan.
h. Kurang mampu untuk menggali pengetahuan yang dalam tentang diri dan orang lain.

c. Pertumbuhan dan perkembangan anak underachiever di lingkungan sekolah
- Guru senantiasa memonitor perkembangan prestasi anak.
- Guru ikut menyadari adanya masalah underachievers ini, dan guru melakukan usaha untuk mengarahkan, memberikan motivasi, dan memberikan perhatian.
- Pastikan anak bisa mengikuti kelas bimbingan konseling individual/kelompok jika diperlukan.
- Guru perlu kreatif, menggunakan media ataupun metode pembelajaran yang menarik, merancang pembelajaran yang menantang, bermakna secara personal, dan rewarding untuk anak yang disesuaikan dengan permasalahan spesifik anak. Karena upaya ini merupakan suatu hal yang patut dan berharga dibangun untuk mengoptimalkan prestasi anak, baik secara akademik maupun non akademik sesuai bakat dan minat anak.
- Sekolah menyediakan berbagai fasilitas sesuai kebutuhan anak, misalnya anak suka olah raga maka disediakan berbagai permainan olahraga..
- Disediakan buku-buku bacaan, karena anak underachiever kurang bisa bergaul dengan teman-temannya, maka buku-buku yang ada di sekolah bisa membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.
- Arena bermain yang sesuai dengan minat anak.
- Untuk meningkatkan kreativitas anak diberikan kegiatan kreatif, seperti main musik, menyanyi, olah raga, menari, dan sebagainya. Guru dan orang tua harus menghargai bakat dan minat anak. Segala yang ingin diketahui anak jangan diabaikan dan dibebaskan mengembangkan kreativitasnya.

d. Bimbingan kelompok bagi anak underachiever
- Diberikan tugas kelompok untuk memecahkan suatu masalah, guru memonitor, membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di sini siswa underachiever bisa berkelompok dengan teman-temannya, guru memantau kegiatan siswa supaya tidak ada keinginan anak underachiever untuk menyendiri atau meninggalkan kelompoknya.
- Percobaan, anak diberikan bimbingan melalui percobaan untuk melakukan suatu penelitian, jadi siswa ada kegiatan, bisa aktif, tidak melamun sesuai gejala anak underachiever.
- Bimbingan narkoba, anak underachiever yang merasa tertekan menginginkan untuk lari dari tekanan, di rumah ia merupakan anak yang pasif dan penurut terhadap perintah orangtua, namun di luar dia justru melakukan hal yang tidak dikehendaki orangtua. Untuk itu diperlukan bimbingan narkoba untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan.
- Bimbingan kenakalan remaja, bimbingan kenakalan remaja juga perlu diberikan karena tidak hanya dari faktor keluarga saja melainkan dari pengaruh pergaulan teman anak bisa menjadi lupa diri.

e. Melengkapi Rencana-rencana yang Telah Dirumuskan Anak Underachiever
Untuk menghilangkan rasa jenuh siswa, rasa tertekan siswa, guru dan siswa perlu membuat rencana untuk merefresh pikiran siswa antaralain dengan: Karyawisata berbasis penelitian, untuk mengenalkan anak terhadap alam, pembelajaran yang konkret, karyawisata di sini bertujuan untuk mengakrabkan siswa underachiever dengan anak-anak lain.
Selain itu, perlu diadakan perombakan strategi pembelajaran disesuaikan dengan bakat dan minat siswa. Guru perlu bekerjasama dengan siswa mengenai strategi pembelajaran yang bagaimana yang disukai siswa, memotivasi untuk giat belajar, tidak membosankan dan penuh rasa kekeluargaan.
Perlu sesekali sekolah mengadakan kegiatan jalan santai atau kegiatan bakti lingkungan, untuk melatih siswa bersosialisasi dengan masyarakat.
Diadakan lomba-lomba, jadi pertumbuhan dan perkembangan anak berkembang, merasa harus mengembangkan kemampuannya tanpa harus merasa tertekan.
Outbond atau diadakan games, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen, memungkinkan adanya kerjasama, kekompakan kelompok, memungkinkan anak yang underachiever merasa ceria.

f. Melaksanakan Pengajaran Sesuai dengan Kebutuhan Anak Underachiever
Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik disekolah, merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dikalangan para pendidik. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar yang dialami para peserta didik di sekolah akan membawa dampak negatif baik terhadap diri siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungannya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengajaran yang sesuai dengan anak underachiever.
Pengajaran dapat dilakukan dengan memunculkan rasa keingintahuan anak dan mengajukan pertanyaan yang memancing rasa keingintahuan siswa kemudian bersama-sama mencari jawaban, sehingga belajar kegiatan itu terasa menyenangkan. Lontarkan saja pertenyaan pada diri sendiri, dan biarkan anak ikut mendengarkan dan terangsang rasa ingin tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja sesuatu (yoyo yang sedang dimainkan anak, juicer di dapur, hujan turun dari langit dsb).
Biasakan secara bersama mencari jawaban dari buku. Jadi secara tidak langsung anak mendapatkan bekal bagaimana caranya belajar aktif dan menyenangi kegiatan belajar. Motivasi belajar akan bangkit dan terpelihara dalam dirinya karena anak merasakan sendiri manfaatnya.
Anak underachiever kemungkinan adalah anak yang kreatif, sangat verbal, dan memiliki kemampuan matematis yang sangat tinggi. Meskipun begitu, dengan bakat yang dia dimiliki, anak yang tergolong underachiever tidak sesukses anak-anak lain di sekolahnya. Underachievement dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan atau kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi sesuai usia atau bakat yang dimiliki anak, potensi si anak tidak terpenuhi (unfulfilled potentials).
Untuk mengembangkan kretaivitas anak usia sekolah dasar, Dr. David George menyarankan beberapa kegiatan kreatif yang dapat dilakukan di waktu senggang di rumah, antara lain: (a) Main catur untuk melatih logika; (b) Main scrabble dengan memakai kosakata; (c) Membuat rencana perjalanan dan menyebutkan masalah yang mungkin akan terjadi. Anak diminta memecahkan masalahnya; (d) Mengisi teka-teki silang (TTS); (e) Mendiskusikan acara TV yang menarik.

g. Mengumpulkan Data dan Informasi Tentang Anak Underachiever dalam Kegiatan Belajar
Data dan informasi yang perlu dikumpulkan dapat berupa apa saja mengenai siswa underachiever, misalnya tentang kesulitan belajar. Untuk mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan mendeteksi hasil dan proses belajarnya dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut (Syamsudin, 2005: 312- 313)
 Menetapkan angka nilai kualifikasi minimal yang dapat diterima sebagai batas lulus
 Membandingkan angka nilai (prestasi) dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut.
 Menghimpun semua siswa yang angka nilai prestasinya dibawah nilai batas lulus tersebut.
 Mengadakan prioritas layanan kepada mereka yang diduga paling berat kesulitnnya atau paling banyak membuat kesalahan, seyogyanya dibuat membuat ranking
Data dan informasi yang diperoleh guru bimbingan dan konseling melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berpresatasi rendah itu dapat diketahui secara pasti. (Syah, 2006:108)
Adakalanya, siswa menjadi kasus belajar berdasarkan analisis prestasi (nilai) belajarnya juga menjadi kasus di dalam hasil analisis terhadap catatan proses belajarnya. Kalau hal itu terjadi, indikator menggambarkan secara logis dapat dipahami kalau seorang siswa mendapat kesulitan dalam proses belajarnya, sehingga hasil belajarnya kurang memadai. Mekipun demikian hal serupa tidak selalu benar.
Mungkin saja seorang siswa dilihat dari segi nilai prestasinya tinggi tetapi ia merupakan siswa yang terisolasi didalam kelasnya. Begitu juga sebaliknya siswa dilihat dari segi nilai prestasinya rendah tetapi dari segi IQ ia tergolong tinggi, hal-hal seperti inilah yang membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang jenis dan penyebab dari kesulitan belajar siswa.

h. Melaksanakan kontak dengan masyarakat, terutama dengan orang tua/wali anak, antara lain dengan mengadakan kunjungan rumah (homevisit)
Guru dapat melakukan kunjungan secara berjangka/secara periodik ke rumah-rumah siswa untuk mengetahui keadaan dan kegiatan siswa. Wawancara dengan orangtua membantu untuk menemukenali pula berprestasi kurang yang nyata di rumah dan di sekolah. Sebaiknya kedua orangtua di wawancara, tetapi hanya satu yang dapat hadir, perlu dipertanyakan mengenai hubungan orangtua yang tidak hadir itu dengan anak. Secara keseluruhan, analisis dari kemampuan anak dan sejauh mana lingkungan rumah dan sekolah memperkuat pola berprestasi kurang, penting untuk langkah kedua dari program mengatasi Underachiever.
Komunikasi antara orang tua dan guru yang merupakan komponen penting untuk mengatasi/mengurangi Underachiever. Komunikasi dapat dengan membicarakan perkembangan belajar siwa, dalam hal ini tidak boleh saling menyalahkan, melainkan harus mencakup diskusi tentang yang dinilai, dan kemajuan belajar yang dievaluasi baik formal maupun informal dengan memperhatikan pernyataan ketergantungan atau penguasaan siswa. Komunikasi ini harus jelas, jangan sampai komunikasi itu tidak dipahami orang tua sehingga jatuh kembali dalam pola masalah.(Semiawan, 1997: 215).

i. Melaksanakan konseling terbatas mengingat hubungan yang baik dapat terjalin dengan mudah antara guru dan siswa
Peserta didik underachiever, di pandang sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar di sekolah, karena secara potensial mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestai belajar yang tinggi. Keadaan ini biasanya di latar belakangi oleh aspek-aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan belajar, dan sebagainya.
Orang yang mengalami kesulitan belajar ini kemungkinan akan mengalami kegagalan yang berturut-turut dalam proses akademiknya dan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Menderita kesulitan belajar seperti ini, atau hidup bersama dengan mereka, akan menimbulkan rasa frustasi yang luar biasa (Wood, 2005: 18). Hal inilah yang mendorong adanya korelasi antara guru dan siswa dalam keberhasilan proses belajar mengajar, untuk memahami karakter ataupun kepribadian siswa, maka seorang guru harus sering berinteraksi dengan siswa sehingga dapat membantu masalah yang sedang dihadapi oleh siswa. Karena dalam keadaan seperti itu, individu di tuntut untuk mampu menghadapi berbagai masalah seperti kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), perencanaan dan pemilihan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pekerjaan, masalah hubungan sosial, keluarga, masalah-masalah pribadi dan lain sebagainya.
Tidak semua individu mampu mengatasi masalahnya sendiri. Dalam keadaan seperti itu ia perlu mendapatkan bimbingan (bantuan) dari orang lain (Tohirin, 2007: 3).
”Menurut Tolbert, Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antar dua orang yang mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya menyediakan situasi belajar, yang mana dalam hal ini seseorang dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilkinya demi mensejahterakan pribadi maupun mayarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.” (Tohirin, 2007: 101).
Dengan adanya layanan Bimbingan Koseling diharapkan dapat mengatasi segala bentuk permasalahan yang dihadapi oleh siswa atau paling tidak dapat mengarahkan penyesuaian yang salah menuju penyesuaian yang benar baik secara internal maupun eksternal yang dialami siswa.

j. Memberikan pelayanan rujukan, yaitu melimpahkan anak kepada orangtua yang lebih kompeten untuk mendapatkan bantuan yang tepat.
Untuk menetapkan usaha bantuan harus berdasarkan hasil analisis diagnostik, sehingga dapat menentukan bidang kecakapan bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam (Syah, 2006: 176) :
• Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.
• Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
• Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani oleh guru maupun orang tua.
Selanjutnya, untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif kiat pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan konseling. Selai itu, guru juga dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar (Syah, 2006: 178)

 Langkah Pelaksanaan Bantuan Atau Bimbingan
1. Assesmen (penilaian) kemampuan anak dan kemungkinan penguatan.
a) Memberikan tes intelegensi individual. Selama pengetesan, pemeriksa harus waspada terhadap karakteristik khusus pada anak yang berkaitan dengan tugas seperti ketegangan, perhatian, ketekunan, keuletan dalam mengerjakan tugas, respons terhadap frustasi, cara pemecahan masalah, dan respons terhadap dorongan dari pemeriksa.
b) Memberikan tes prestasi individual yang menunjukkan kekuatan dan kelemahan dalam keterampilan dasar, terutama membaca dan matematika.
c) Memberikan tes kreativitas dan inventori yang diberikan oleh psikolog. Disamping skor berpikir kreatif diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri afektif (sikap) yang berkaitan dengan kreativitas, seperti kemandirian, kepercayaan diri, dan pengambilan risiko, untuk lebih memahami terjadinya Underahiever.
d) Wawancara dengan orangtua membantu untuk menemukenali pula berprestasi kurang yang nyata di rumah dan di sekolah.

2. Modifikasi penguatan di rumah dan sekolah.
Berdasarkan analisis perilaku anak dan wawancara orangtua pada langkah pertama dapat ditemukan kenali keadaan di rumah dan sekolah yang menyebabkan anak berprestasi kurang. Perilaku anak perlu diubah dengan menentukan tujuan jangka panjang dan beberapa sasaran jangka pendek yang menjamin anak mengalami keberhasilan langsung, meskipun kecil baik di rumah maupun di sekolah.
Pengalaman keberhasilan ini perlu diperkuat dengan panghargaan atau hadiah yang tidak perlu mahal. Hadiah itu harus berarti atau bermakna bagi anak. Hadiah yang efektif dan sesuai dengan sistem nilai orangtua dan kemungkinan diberikan oleh guru adalah misalnya, waktu bebas. Hadiah itu hendaknya tidak besar, tetapi efektif untuk memotivasi perilaku.

3. Mengubah harapan orang yang penting.
Bagi anak berprestasi kurang sangat penting bahwa orangtua dan guru dengan jujur dapat mengatakan bahwa mereka percaya akan kemampuan anak untuk berprestasi. Harapan dari orangtua yang berarti bagi anak sangat penting untuk mengubah harapan diri anak dari seorang yang kurang berprestasi menjadi berprestasi tinggi.
Kadang-kadang, mengubah lingkungan sekolah anak merupakan cara yang efektif. Sebelum melakukan hal ini, kita harus yakin bahwa perubahan lingkungan sekolah akan bermakna. Jika anak berbakat luar biasa dihambat dalam lingkungan sekolah yang hanya menentukan tujuan dan harapan yang rata-rata, sering anak dapat mengubah pola prestasinya jika ditempatkan di dalam lingkungan yang menghargai dan mengharapkan prestasi tinggi. Namun, bagi kebanyakan anak lebih realistis untuk mencoba mengubah harapan di sekolah.

4. Identifikasi model.
Menemukan model identifikasi bagi anak berprestasi kurang sangat penting melebihi upaya treatment lainnya. Anak berbakat berprestasi kurang, memerlukan tokoh yang berhasil dan berprestasi sebagai model. Sebaiknya model itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
o Kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap anak.
o Jenis kelamin yang sama.
o Kesamaan dengan anak, misalnya dalam agama, minat, talenta, latar belakang ekonomi, pengalaman masalah khusus, dan sifatsifat lain yang sama sehingga memudahkan identifikasi.
o Keterbukaan, kesediaan model untuk berbagi pengalamannya, kesulitan yang pernah dialami, dan cara mengatasinya sehingga mencapai prestasi tinggi sehingga memotivasi anak untuk berprestasi.
o Kesediaan untuk memberi waktu, agar efektif dan positif, model harus dapat menyediakan waktu, apakah itu waktu kerja atau waktu senggang. Jika anak dapat melihat model ketika bekerja, melihat sifat dan sikap model dalam menghadapi tantangan, menang dan kalah dalam kompetisi, gaya penalaran, kepemimpinan, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, pengalaman keberhasilan dan kekalahan, anak akan belajar bersikap dan keterampilan yang perlu untuk berhasil.
o Rasa kepuasaan, model menunjukkan kepada anak bahwa prestasi yang dihasilkan memberi kepuasaan pribadi. Prestasi menuntut pengorbanan dan penundaan kepuasaan yang segera.

5. Mengoreksi keterampilan yang kurang.
Memperbaiki kekurangankekurangan akademis perlu dilakukan dengan tepat sehingga (a) anak dapat belajar mandiri, (b) anak tidak dapat memanipulasi tutor, dan (c) anak melihat hubungan antara usaha dan prestasi. Whitmore menyarankan strategi remedial untuk memperbaiki prestasi akademis siswa dalam bidang di mana ia mengalami kesulitan belajar, mengalami kegagalan, dan menjadi tidak bermotivasi untuk melakukan tugas-tugas belajar.

6. Komunikasi.
Komunikasi antara orang tua dan guru yang merupakan komponen penting untuk meremidi prestasi belajar kurang. Komunikasi ini tidak boleh saling menyalahkan, melainkan harus mencakup diskusi tentang yang dinilai, dan kemajuan belajar yang dievaluasi baik formal maupun informal dengan memperhatikan pernyataan ketergantungan atau penguasaan anak. Komunikasi ini harus jelas, jangan sampai komunikasi itu tidak dipahami orang tua sehingga jatuh kembali dalam pola masalah (Semiawan, 1997: 215)

No comments:

Post a Comment